Kenangan di Kebun Salobar
Ketika aku masih tinggal di Fakfak, hal yang paling kusukai adalah pergi ke kebun. Di kebun, aku bisa melihat pepohonan yang rimbun, mendengar burung-burung berkicau, dan merasakan udara yang sejuk. Banyak hal indah yang tak bisa kusebutkan satu per satu.
Kami biasanya pergi ke kebun setiap hari, tapi setelah pulang sekolah. Di keluarga kami, aku dan kakak perempuan sudah SMA, sedangkan adik-adik masih SMP dan SD. Jadi, waktu terbaik untuk berkebun memang sore hari, setelah sekolah selesai.
Salobar adalah tempat kami biasa berkebun. Di Fakfak, Salobar terletak tak jauh dari Kampung Tanama, di bagian Fakfak Barat. Kami selalu ke kebun bersama bapak dan ibu.
Di sana kami menanam berbagai tanaman, baik jangka pendek maupun panjang: keladi, jagung, petatas, kasbi, juga sayur-sayuran seperti kacang panjang, ketimun, dan buncis. Semua itu sudah menjadi kegiatan yang biasa kami lakukan setiap kali tiba di kebun.
Menjelang siang, sekitar jam dua belas, kami berhenti bekerja untuk memasak di kebun. Proses memasak ini dilakukan bersama-sama: ada yang mencari sayur di sekitar kebun, ada yang menyiapkan kayu bakar, dan ada yang menyiapkan bambu untuk dijadikan wadah masak.
Di kebun, bambu mudah sekali ditemukan. Banyak rumpun bambu tumbuh di sekitar tempat kami bekerja, dan kami bebas mengambilnya untuk keperluan memasak. Setelah makan siang, pekerjaan dilanjutkan kembali. Bapak selalu mengingatkan kami agar pekerjaan hari ini harus selesai hari ini juga — jangan sampai menunda untuk besok.
Menjelang sore, kami pun bersiap pulang ke rumah. Perjalanan pulang cukup jauh karena harus melewati hutan. Biasanya kami saling bercerita sepanjang jalan supaya tidak terasa lelah. Kalau berjalan diam-diam, jarak terasa lebih jauh; tapi kalau sambil bercerita, tahu-tahu sudah sampai di jalan raya untuk menunggu angkutan (taksi).
Kadang kami berjalan kaki sampai rumah, tapi itu butuh waktu lama. Kalau beruntung, ada angkutan kosong yang bisa kami tumpangi. Karena jumlah kami banyak, satu mobil kadang tidak cukup.
Dalam perjalanan pulang, masing-masing membawa hasil dari kebun. Ada yang memikul kayu bakar, ada yang membawa noken berisi sayur seperti tentenkatenadeng, khorojen, rabong, dan pangkala ten. Ada juga yang membawa bitong, panggala, atau mombo — hasil bumi yang akan dimasak untuk makan malam di rumah.
Semua itu menjadi kenangan yang tak terlupakan. Di kebun Salobar, aku belajar tentang kerja keras, kebersamaan, dan rasa syukur pada alam yang selalu memberi kehidupan bagi kami.
0 Response to " Kenangan di Kebun Salobar fakfak"
Post a Comment